January 23, 2018

Makalah Bahasa Sebagai Sarana Primer



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Tata bahasa menelaah language sebagai sistem sarana pengungkapan. Berbicara tentang tata bahasa sama dengan berbicara tentang sinkroni dan maknawi, dan mengikat tak satu sistem pun berada disejumlah zaman sekaligus. Linguistik statis atau deskripsi suatu keadaan dapat disebut tata bahasa. Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus menguasai bahasannya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan  dan teknologi serta derasnya arus globalisasi, maka informasi  dapat diterima oleh masyarakat dengan cepat, baik melalui  media cetak maupun melalui media elektronik.
Media cetak bisa berwujud buku sastra dan non sastra, majalah, koran dan bulettin. Media elektronik bisa berwujud Radio, TV, Internet, Vedio dan CD. Semua media  tersebut membutuhkan bahasa dalam penyampaiannya, karena bahasa merupakan sarana primer untuk menyampaikan informasi, baik yang berbentuk tulis maupun berbentuk lisan. Bahasa sebagai sarana primer, digunakan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, dan sebagainya.
Oleh karena itu, sehubungan dengan adanya hukum saling mempengaruhi, seiring dengan kemajuan bidang-bidang kehidupan tersebut, maka berkembang pulalah bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah, bahasa untuk keperluan administrasi, bahasa untuk keperluan hukum, dan sebagainya. Dalam uraian makalah ini hanya mambahas mengenai “bahasa sebagai sarana primer sastra”.

B.       Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka dapat diketahui bahwa:
1.         Bagaimana konsep bahasa itu sendiri?
2.         Bagaimana hakikat sastra itu sendiri?
3.         Bagaimana lingkup bahasa sebagai sarana primer sastra?

C.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan makalah tersebut, maka dapat diketahui bahwa:
1.         Untuk mengetahui konsep bahasa
2.         Untuk mengetahui hakikat sastra
3.         Untuk mengetahui lingkup bahasa sebagai sarana primer sastra

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Konsep Bahasa
Bahasa berasal dari bahasa Inggris artinya language, language berasal dari bahasa latin artinya lidah, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terminology mengartikan bahasa sebagai  sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri. Bahasa dapat diartikan sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Selain itu bahasa juga dapat diartikan sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat Indonesia. Dengan demikian dapat diketahui dapat disimpulkan bahwa: Bahasa merupakan perbedaan antara satu penutur dengan penutur lainnya, tetapi masing-masing tetap mengikat kelompok penuturnya dalam satu kesatuan sehingga mampu menyesuaikan dengan adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat.
B.       Hakikat Sastra
1.        Pengertian sastra
Bahasa berasal dari bahasa Inggris artinya language, language berasal dari Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta sastra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar sas yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Sastra adalah segala sesuatu yang tertulis dan tercetak. Dalam pengertian tersebut, maka dapat dimengerti bahwa sastra tidak terbatas pada tulisan yang memiliki nilai estetis tinggi, akan tetapi dapat dipahami secara luas. Merujuk pada pernyataan tersebut, maka segala ssesuatu yang tertulis, entah itu buku kedokteran, ilmu sosial, atau apa saja yang tertulis adalah sastra
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel, Cerita/cerpen (tertulis/lisan), Syair, Pantun, Sandiwara/drama, Lukisan/kaligrafi dan sebagainya.
Dalam khazanah kesusastraan Indonesia terdapat dua penggolongan besar sasta, yaitu sastra lisan dan sastra tulisan. Baik sastra lisan maupun sastra tulisan mempunyai peranan penting dalam sejarah perkembangan kesusastraan Indonesia.
2.        Sastra Lisan
Dalam khazanah kesusastraan Melayu kuno tradisi sastra lisan baik syair maupun prosa merupakan kekhasan corak tersendiri yang memiliki relasi lajur sejarah yang cukup panjang. Satu pengaruh tradisi cina yang masuk melalui jalur perdagangan kemudian pengaruh India atau Hindu-Budha yang saat itu merupakan agama yang dianut sebagian besar kerajaan-kerajaan di Indinesia. Ditambah dengan sumbangan kebudayaan Arab-Islam yang dibawa oleh para musafir. Ketiga tradisi yang berbeda-beda tersebut tentunya sangat mewarnai sejarah perkembangan sastra di Indomesia khususnya sastra lisan.
Dalam perjalanannya sastra lisan menemukan tempat dan bentuknya masing-masing di tiap-tiap daerah pada ruang etnik dan suku yang mengusung flok budaya dan adat yang berbeda-beda. Heddy Shri Ahimsya-Putra (1966) mengatakan bahwa sebagai suatu bentuk ekspresi budaya masyarakat pemiliknya, sastra lisan tidak hanya mengandung unsur keindahan (estetik) tetapi juga mengandung berbagai informasi nilai-nilai kebudayaan tradisi yang bersangkutan. Oleh karenanya, sebagai salah satu data budaya sastra lisan dapat dianggap sebagai pintu untuk memahami salah satu atau mungkin keseluruhan unsur kebudayaan yang bersangkutan.
Sastra lisan telah bertahan cukup lama dalam mengiringi sejarah bangsa Indonesia dan menjadi semacam ekspresi estetik tiap-tiap daerah dan suku yang tersebar di seluruh nusantara. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, dalam khazanah kesusastraan modern Indonesia baik dalam ekspresi proses verbal kesastrawanan maupun dalam kajian, sastra tulisan lebih mendimonasi. Hal ini mulai berkembang ketika muncul anggapan bahwa sastra tulis mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding sastra lisan dalam konteks pembangunan kepribadian bangsa yang lebih maju. Ditambah lagi oleh arus modernisasi yang masuk dan membawa corak kebudayaan baru, maka posisi sastra lisan dalam masyarakat mulai pudar bahkan hampir dilupakan.
3.         Sastra Tulisan
Sastra tulisan (written literature)yaitu sastra yang menggunakan media tulisan atau literal. Menurut Sulastin Sutrisno (1985) awal sejarah sastra tulis melayu bisa dirunut sejak abad ke-7 M. Berdasarkan penemuan prasasti bertuliskan huruf Pallawa peninggalan kerajaan Sriwijawa di Kedukan Bukit (683) Talang Tuo (684) Kota Kapur (686) dan Karang Berahi (686). Walaupun tulisan pada prasasti-prasati tersebut masih pendek-pendek, tetapi prasasti-prasasti yang merupakan benda peninggalan sejarah itu dapat disebut sebagai cikal bakal lahirnya tradisi menulis atau sebuah bahasa yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Sastra tulis dianggap sebagai ciri sastra modern karena bahasa tulisan dianggap sebagai refleksi peradaban masyarakat yang lebih maju. Menurut Ayu Sutarto (2004) dan Daniel Dakhidae (1996) tradisi sastra lisan menjadi penghambat bagi kemajuan bangsa. Maka, tradisi lisan harus diubah menjadi tradisi menulis. Karena budaya tulis-menulis selalu identik dengan kemajuan peradaban keilmuan. Pendapat ini mungkin tidak keliru. Tapi, bukan berarti kita dengan begitu saja mengabaikan atau bahkan meninggalkan tradisi sastra lisan yang sudah mengakar dan menjadi identitas kultural masing-masing suku dan daerah di seluruh kepulauan Indonesia.
Pada akhirnya, proses pergeseran dari tradisi sastra lisan menuju sastra tulisan tidak dapat dihindari. Karena sadar atau tidak, bagaimanapun proses pertumbuhan sastra akan mengarah dan berusaha menemukan bentuk yang kebih maju dan lebih sempurna sebagaimana terjadi pada bidang yang lainnya. Karena proses perubahan seperti ini merupakan sebuah keniscayaan terutama dalam struktur masyarakat yang dinamis.
Belum ditemukan data yang pasti, yang menunjukan kapan tepatnya tradisi sastra tulis dimulai. Sastra tulis yang tercarat dalam sejarah kesusastraan Indonesia mungkin bisa dikatakan dimulai sejak sebelum abad ke-20, yaitu pada periode Pujangga Lama. Dan, kemudian mulai menunjukan wujudnya yang lebih nyata pada periode Balai Pustaka yang bisa disebut sebagai tonggak perkembangan sejarah kesusastraan modern Indonesia. Dimana dengan lahirnya penerbit pertama di Indonesia ini, bidang kesusastraan mulai dikembangkan secara lebih terorganisir. Dan, pada periode berikutnya, terus berkembang secara lebih luas.
C.      Bahasa Sebagai Sarana Primer Sastra
Sarana primer sastra merupakan metode pengarang dalam memilih dan menyusun detail atau bagian-bagian cerita baik secara lisan maupun secara tertulis agar pola yang bermakna dapat tercapai. Tujuan primer sarana dalam suatu cerita yaitu agar pembaca dapat melihat fakta-fakta cerita melalui sudut pandang pengarang. Sarana primer terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa, simbol-simbol, imajinasi dan juga cara pemilihan judul di dalam karya sastra.
Analisis struktural berusaha memaparkan, menunjukkan dan mendeskripsikan unsur-unsur yang membangun karya sastra, serta menjelaskan interaksi atau unsur-unsur yang membangun karya sastra, serta menjelaskan interaksi atau unsur-unsur dalam membentuk makna yang utuh, sehingga menjadi suatu keseluruhan yang padu, untuk sampai pada pemahaman makna digunakan dalam novel, cerpen, komik dan sebagainya
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa saran primer sastra mempunyai kedudukan yang penting dalam perkembangan bahasa. Walaupun pada kenyataannya sarana primer sastra sering kali dianggap sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Tapi seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa sarana primer sastra mempunyai akar yang berkaitan erat dalam berbagai bidang kehidupan, seperti bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, dan sebagainya.
 
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.         Bahasa merupakan perbedaan antara satu penutur dengan penutur lainnya, tetapi masing-masing tetap mengikat kelompok penuturnya dalam satu kesatuan sehingga mampu menyesuaikan dengan adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat.
2.         Sastra adalah segala sesuatu yang tertulis dan tercetak. Dalam pengertian tersebut, maka dapat dimengerti bahwa sastra tidak terbatas pada tulisan yang memiliki nilai estetis tinggi, akan tetapi dapat dipahami secara luas.
3.         Sarana primer sastra merupakan metode pengarang dalam memilih dan menyusun detail atau bagian-bagian cerita baik secara lisan maupun secara tertulis agar pola yang bermakna dapat tercapai

B.       Saran
Sastra adalah sarana pembelajaran yang baik dan menyenangkan. Melalui sastra, para pembaca dapat mengambil berbagai manfaat yang ada di dalamnya, baik dari segi hiburan atau pun dari segi yang lain sebagai pembelajaran. Dengan menghayati sastra secara utuh, maka pembaca akan mendapatkan pengalaman hidup yang mungkin saja tidak pernah ditemui. Pembaca juga dapat menjumpai berbagai hal yang berkaitan dengan nilai baik dan buruk, sehingga secara keseluruhan sastra dapat menjadi sarana refleksi diri yang baik.


DAFTAR PUSTAKA
Hoerip, Satyagraha. 1982. Sejumlah Masalah Sastra. Jakarta: Sinar Harapan.
Nurgiyantoro. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suryaman, M. 2004. Nilai Sastra Dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari. Litera, Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Vol. III, No. 2, Juli2004.
Rosidi, Ajip. 1995. Sastra dan Budaya: Kedaerahan dalam Keindonesiaan. Bandung: Pustaka Jaya.

0 comments

Post a Comment