BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tata bahasa menelaah language sebagai sistem sarana
pengungkapan. Berbicara tentang tata bahasa sama dengan berbicara tentang
sinkroni dan maknawi, dan mengikat tak satu sistem pun berada disejumlah zaman
sekaligus. Linguistik statis atau deskripsi suatu keadaan dapat disebut tata
bahasa. Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh
dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah,
aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata
kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima
dan pengirim bahasa harus menguasai bahasannya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja
sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan
bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan
antara lambang bunyi dengan bendanya. Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta derasnya arus globalisasi, maka informasi dapat diterima oleh masyarakat dengan cepat,
baik melalui media cetak maupun melalui
media elektronik.
Media
cetak bisa berwujud buku sastra dan non sastra, majalah, koran dan bulettin.
Media elektronik bisa berwujud Radio, TV, Internet, Vedio dan CD. Semua media tersebut membutuhkan bahasa dalam penyampaiannya,
karena bahasa merupakan sarana primer untuk menyampaikan informasi, baik yang
berbentuk tulis maupun berbentuk lisan. Bahasa sebagai sarana primer, digunakan
dalam berbagai bidang kehidupan, seperti bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan,
teknologi, sosial, dan sebagainya.
Oleh
karena itu, sehubungan dengan adanya hukum saling mempengaruhi, seiring dengan
kemajuan bidang-bidang kehidupan tersebut, maka berkembang pulalah bahasa,
termasuk bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan
baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di
lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah, bahasa untuk keperluan
administrasi, bahasa untuk keperluan hukum, dan sebagainya. Dalam uraian
makalah ini hanya mambahas mengenai “bahasa sebagai sarana primer sastra”.
B. Rumusan
Masalah
Dari uraian di
atas maka dapat diketahui bahwa:
1.
Bagaimana
konsep bahasa itu sendiri?
2.
Bagaimana
hakikat sastra itu sendiri?
3.
Bagaimana
lingkup bahasa sebagai sarana primer sastra?
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan makalah tersebut, maka dapat diketahui bahwa:
1.
Untuk
mengetahui konsep bahasa
2.
Untuk
mengetahui hakikat sastra
3.
Untuk
mengetahui lingkup bahasa sebagai sarana primer sastra
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Bahasa
Bahasa berasal dari bahasa Inggris artinya
language, language berasal dari
bahasa latin artinya lidah, sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia secara terminology mengartikan bahasa sebagai sistem
lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk
bekerjasama, berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri. Bahasa dapat diartikan
sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Selain itu bahasa juga dapat diartikan
sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat Indonesia. Dengan demikian
dapat diketahui dapat disimpulkan bahwa: Bahasa merupakan perbedaan antara satu
penutur dengan penutur lainnya, tetapi masing-masing tetap mengikat kelompok
penuturnya dalam satu kesatuan sehingga mampu menyesuaikan dengan adat-istiadat
dan kebiasaan masyarakat.
B. Hakikat
Sastra
1.
Pengertian sastra
Bahasa berasal dari bahasa Inggris artinya language, language berasal dari Sastra merupakan kata serapan dari bahasa
Sanskerta sastra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau
"pedoman", dari kata dasar sas yang berarti "instruksi"
atau "ajaran". Sastra adalah segala sesuatu yang tertulis dan
tercetak. Dalam pengertian tersebut, maka dapat dimengerti bahwa sastra tidak
terbatas pada tulisan yang memiliki nilai estetis tinggi, akan tetapi dapat
dipahami secara luas. Merujuk pada pernyataan tersebut, maka segala ssesuatu
yang tertulis, entah itu buku kedokteran, ilmu sosial, atau apa saja yang
tertulis adalah sastra
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi
menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak
banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana
untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya kesusastraan
dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori
Sastra adalah: Novel, Cerita/cerpen (tertulis/lisan), Syair, Pantun, Sandiwara/drama,
Lukisan/kaligrafi dan sebagainya.
Dalam khazanah kesusastraan Indonesia terdapat dua
penggolongan besar sasta, yaitu sastra lisan dan sastra tulisan. Baik sastra
lisan maupun sastra tulisan mempunyai peranan penting dalam sejarah
perkembangan kesusastraan Indonesia.
2.
Sastra Lisan
Dalam khazanah kesusastraan Melayu kuno tradisi sastra lisan
baik syair maupun prosa merupakan kekhasan corak tersendiri yang memiliki
relasi lajur sejarah yang cukup panjang. Satu pengaruh tradisi cina yang masuk
melalui jalur perdagangan kemudian pengaruh India atau Hindu-Budha yang saat
itu merupakan agama yang dianut sebagian besar kerajaan-kerajaan di Indinesia.
Ditambah dengan sumbangan kebudayaan Arab-Islam yang dibawa oleh para musafir.
Ketiga tradisi yang berbeda-beda tersebut tentunya sangat mewarnai sejarah
perkembangan sastra di Indomesia khususnya sastra lisan.
Dalam perjalanannya sastra lisan menemukan tempat dan bentuknya
masing-masing di tiap-tiap daerah pada ruang etnik dan suku yang mengusung flok
budaya dan adat yang berbeda-beda. Heddy Shri Ahimsya-Putra (1966) mengatakan
bahwa sebagai suatu bentuk ekspresi budaya masyarakat pemiliknya, sastra lisan
tidak hanya mengandung unsur keindahan (estetik) tetapi juga mengandung
berbagai informasi nilai-nilai kebudayaan tradisi yang bersangkutan. Oleh
karenanya, sebagai salah satu data budaya sastra lisan dapat dianggap sebagai
pintu untuk memahami salah satu atau mungkin keseluruhan unsur kebudayaan yang
bersangkutan.
Sastra lisan telah bertahan cukup lama dalam mengiringi
sejarah bangsa Indonesia dan menjadi semacam ekspresi estetik tiap-tiap daerah
dan suku yang tersebar di seluruh nusantara. Namun, seiring dengan perkembangan
zaman, dalam khazanah kesusastraan modern Indonesia baik dalam ekspresi proses
verbal kesastrawanan maupun dalam kajian, sastra tulisan lebih mendimonasi. Hal
ini mulai berkembang ketika muncul anggapan bahwa sastra tulis mempunyai nilai
yang lebih tinggi dibanding sastra lisan dalam konteks pembangunan kepribadian
bangsa yang lebih maju. Ditambah lagi oleh arus modernisasi yang masuk dan
membawa corak kebudayaan baru, maka posisi sastra lisan dalam masyarakat mulai
pudar bahkan hampir dilupakan.
Sastra tulisan (written literature)yaitu sastra yang
menggunakan media tulisan atau literal. Menurut Sulastin Sutrisno (1985) awal
sejarah sastra tulis melayu bisa dirunut sejak abad ke-7 M. Berdasarkan
penemuan prasasti bertuliskan huruf Pallawa peninggalan kerajaan Sriwijawa di
Kedukan Bukit (683) Talang Tuo (684) Kota Kapur (686) dan Karang Berahi (686).
Walaupun tulisan pada prasasti-prasati tersebut masih pendek-pendek, tetapi
prasasti-prasasti yang merupakan benda peninggalan sejarah itu dapat disebut
sebagai cikal bakal lahirnya tradisi menulis atau sebuah bahasa yang dituangkan
dalam bentuk tulisan.
Sastra tulis dianggap sebagai ciri sastra modern karena
bahasa tulisan dianggap sebagai refleksi peradaban masyarakat yang lebih maju.
Menurut Ayu Sutarto (2004) dan Daniel Dakhidae (1996) tradisi sastra lisan
menjadi penghambat bagi kemajuan bangsa. Maka, tradisi lisan harus diubah
menjadi tradisi menulis. Karena budaya tulis-menulis selalu identik dengan
kemajuan peradaban keilmuan. Pendapat ini mungkin tidak keliru. Tapi, bukan
berarti kita dengan begitu saja mengabaikan atau bahkan meninggalkan tradisi
sastra lisan yang sudah mengakar dan menjadi identitas kultural masing-masing
suku dan daerah di seluruh kepulauan Indonesia.
Pada akhirnya, proses pergeseran dari tradisi sastra lisan
menuju sastra tulisan tidak dapat dihindari. Karena sadar atau tidak,
bagaimanapun proses pertumbuhan sastra akan mengarah dan berusaha menemukan
bentuk yang kebih maju dan lebih sempurna sebagaimana terjadi pada bidang yang
lainnya. Karena proses perubahan seperti ini merupakan sebuah keniscayaan
terutama dalam struktur masyarakat yang dinamis.
Belum ditemukan data yang pasti, yang menunjukan kapan
tepatnya tradisi sastra tulis dimulai. Sastra tulis yang tercarat dalam sejarah
kesusastraan Indonesia mungkin bisa dikatakan dimulai sejak sebelum abad ke-20,
yaitu pada periode Pujangga Lama. Dan, kemudian mulai menunjukan wujudnya yang
lebih nyata pada periode Balai Pustaka yang bisa disebut sebagai tonggak perkembangan
sejarah kesusastraan modern Indonesia. Dimana dengan lahirnya penerbit pertama
di Indonesia ini, bidang kesusastraan mulai dikembangkan secara lebih
terorganisir. Dan, pada periode berikutnya, terus berkembang secara lebih luas.
C. Bahasa
Sebagai Sarana Primer Sastra
Sarana primer sastra merupakan metode pengarang dalam memilih
dan menyusun detail atau bagian-bagian cerita baik secara lisan maupun secara
tertulis agar pola yang bermakna dapat tercapai. Tujuan primer sarana dalam
suatu cerita yaitu agar pembaca dapat melihat fakta-fakta cerita melalui sudut
pandang pengarang. Sarana primer terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa,
simbol-simbol, imajinasi dan juga cara pemilihan judul di dalam karya sastra.
Analisis struktural berusaha memaparkan, menunjukkan dan
mendeskripsikan unsur-unsur yang membangun karya sastra, serta menjelaskan
interaksi atau unsur-unsur yang membangun karya sastra, serta menjelaskan
interaksi atau unsur-unsur dalam membentuk makna yang utuh, sehingga menjadi
suatu keseluruhan yang padu, untuk sampai pada pemahaman makna digunakan dalam
novel, cerpen, komik dan sebagainya
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa saran primer sastra mempunyai
kedudukan yang penting dalam perkembangan bahasa. Walaupun pada kenyataannya sarana
primer sastra sering kali dianggap sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan
zaman. Tapi seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa sarana primer sastra
mempunyai akar yang berkaitan erat dalam
berbagai bidang kehidupan, seperti bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi,
sosial, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Bahasa merupakan perbedaan antara satu penutur dengan
penutur lainnya, tetapi masing-masing tetap mengikat kelompok penuturnya dalam
satu kesatuan sehingga mampu menyesuaikan dengan adat-istiadat dan kebiasaan
masyarakat.
2.
Sastra adalah segala sesuatu yang tertulis dan tercetak.
Dalam pengertian tersebut, maka dapat dimengerti bahwa sastra tidak terbatas
pada tulisan yang memiliki nilai estetis tinggi, akan tetapi dapat dipahami
secara luas.
3.
Sarana primer sastra merupakan metode pengarang dalam memilih
dan menyusun detail atau bagian-bagian cerita baik secara lisan maupun secara
tertulis agar pola yang bermakna dapat tercapai
B. Saran
Sastra
adalah sarana pembelajaran yang baik dan menyenangkan. Melalui sastra, para
pembaca dapat mengambil berbagai manfaat yang ada di dalamnya, baik dari segi
hiburan atau pun dari segi yang lain sebagai pembelajaran. Dengan menghayati
sastra secara utuh, maka pembaca akan mendapatkan pengalaman hidup yang mungkin
saja tidak pernah ditemui. Pembaca juga dapat menjumpai berbagai hal yang
berkaitan dengan nilai baik dan buruk, sehingga secara keseluruhan sastra dapat
menjadi sarana refleksi diri yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hoerip, Satyagraha. 1982. Sejumlah Masalah Sastra. Jakarta:
Sinar Harapan.
Nurgiyantoro. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Suryaman, M. 2004. Nilai Sastra Dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya
Ahmad Tohari. Litera, Jurnal Bahasa, Sastra,
dan Pengajarannya, Vol. III, No. 2, Juli2004.
Rosidi, Ajip.
1995. Sastra dan Budaya: Kedaerahan dalam Keindonesiaan. Bandung: Pustaka
Jaya.
0 comments
Post a Comment